Official Website STPM Santa Ursula
Rully Raki – Dosen STPM

Deru mesin-mesin tank, bising suara tembakan dan gelegar ledakan dari serangan rudal, sudah tiga minggu lebih memenuhi udara dan wilayah Ukraina. Invasi pasukan Rusia baik dari darat dan udara sudah cukup membawa efek destruksi di Ukraina. Itu belum terhitung dengan jumlah korban yang sudah berjatuhan. Warga sipil tidak punya pilihan lain selain mengungsi.

Negara-negara di dunia termasuk PBB terus mengecam agresi ini. Jalan negosiasi yang coba dibangun di Belarusia pun menemuni jalan buntu. Permasalahan tidak diselesaikan. Di tengah situasi dan semua permasalahan ini, ada satu pertanyaan cukup relevan untuk diutarakan, What do you think Mr Putin? Tuan Putin, apakah yang anda pikirkan?

Berita, diskusi dan produksi wacana seputar perang ini, telah memenuhi, berkeliaran dan berkembang di berbagai media masa dan dunia maya. Ramainya diskursus tentang ini dapat dipetakan mulai tuntutan Rusia soal pembatasan permainan politik dan kekuasaan Amerika Serikat dan NATO di Eropa Timur, sampai pembelaan terhadap rakyat Doneskt dan Lugansk akibat penindasan terhadap masyarakat berbahasa Rusia oleh rezim Ukraina.

Di pihak lain, konstruksi diskursus juga beredar tentang persoalan pertarungan klasik di ranah geopolik antara Blok Timur, Rusia yang sebelumnya Uni Soviet , versus Blok Barat yang digembongi Amerikas Serikat dengan antek-anterk Eropa baratnya. Terakhir, terhembus isu kejahatan perang oleh Rusia karena menggunakan bom vakum yang efeknya mematikan dalam invasinya ke Ukraina.

Di tengah semuanya, situasi ini, mungkin sudah ada banyak analisis, ulasan konspirasi maupun telaah dekonstruksi tentang perang ini. Entah itu dibangun dari prespektif analisis ekonomi sampai soal politik, semuanya berusaha mencari tahu motif sebenarnya atau juga mencoba melihat intensi pihak Rusia yang sepenuhnya dikomandoi oleh Presidennya Vlamdimir Putin. Apa yang ada di dalam batok kepala Putin? What do you think Mr. Putin?

Entah akurat atau pun tidak, penulis sendiri coba membedah pertanyaan di atas dalam dua perspektif sosial sederhana. Selain karena perang juga merupakan masalah sosial atau disebabkan oleh masalah sosial, pembedahan ini dapat menjadi tawaran prespektif yang sekiranya dapat membantu menjernihkan dan melihat secara lebih dalam, tentang motivasi tindakan seorang pemimpin.

Prespektif yang petama berkaitan dengan teori sosial yang sangat klasik dari Max Weber. Dalam Basic Concpet Of Socilogy, Weber berbicara tentang tindakan sosial yang mampu melihat motif tindakan orang. Kategori dari tindakan sosial itu, yakni tindakan tradisional, tindakan afektif, tindakan rasionalitas instrumental dan tindakan rasionalitas nilai (Weber, 1922).

Terdapat keempat kategori dominan yang dapat dipakai untuk melihat tujuan invasi Putin. Pertama, berkaitan dengan tindakan tradisional, invasi ini sangat berkaitan dengan tradisi lama atau sejarah lama. Perebutan kekuasaan antara kedua Blok, yakni Timur dan Barat sangat kental dalam perang ini. Putin yang dulunya merupakan eks anggota Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) (unit intelejen Uni Soviet di masa Perang Dingin) selama 15 tahun, tentu menyimpan hasrat untuk tidak berada di bawah bayang-bayang Barat. Hal ini yang kemudian berpengaruh kuat pada sikap (afeksinya) untuk terus melawan Barat, termasuk dengan menginvasi Ukraina yang coba mencari selamat dengan bergabung ke Uni Eropa atau NATO.

Masih berkutat soal ketegangan antara Barat dan Timur, invasi Rusia ke Ukraina dijadikan instrumen (alat). Di sini, semua tindakan Rusia terhadap Ukraina, bahkan Ukriana sendiri menjadi instrumen Rusia untuk menunjukan sikap mereka sebagai bentuk rasonalitas nilai yang tolak tunduk terhadap pengaruh maupun dominasi Barat dan Eropa Barat.

Selanjutnya, perspektif kedua yang lebih condong ke prespektif post-modern. Prespektif ini berbicara mengenai discourse analysis atau analisis wacana menurut Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe. Secara sederhana, jika persoalan invasi ini didudukan dalam analisis wacana dalam Hegemony and Socialist Strategy dari dua orang ini, maka perang atau invasi yang terjadi menjadi salah partikular yang mengisi dan memperkuat empty signifier (penanda kosong) yakni diskursus resistensi atas hegemoni Barat (Laclau & Mouffe, 1985).

Diskurus resistensi ini yang kemudian bisa menggiring opini publik tentang adanya kekuatan yang sanggup berontak dari dominasi Barat. Apakah Putin ingin memberikan model perlawanan sekaligus membangkitkan wacana perlawanan atas dominasi diskursus mainstream bahwa Amerika Serikat dan sekutunyalah yang menguasai dunia? Hal ini bukan tidak mungkin terjadi. Arus dan diskursus resistensi ini pun, sekarang menjadi trend di kalangan para anti kapitalis global.

Kalau memang gaya berpikir diskursus analisis demikian yang ada di dalam benak Putin, maka warga dunia tinggal menunggu negara-negara tidak sejalan dengan Blok Barat lainnya untuk unjuk gigi, menunjukkan sikap resistensi. China, Iran atau Korea Utara turut menjadi bagian dalam kelompok ini. Jika memang demikian, maka warga dunia perlu was-was karena dunia berada di ambang perang baru.

What do you think Mr. Putin? Terhadap pertanyan ini, jawaban pasti cuman diketahu oleh Vladimir Putin . Namun apa pun yang ada di benak Putin, hal yang paling pasti bahwa invasi ke Ukraina merupakan sampel bahwa selalu terjadi perang perebutan gengsi bangsa besar, serta dominasi kekuasaan negara-negara kuat. Hal ini pun akan selalu memakan korban warga sipil ataupun mereka yang tidak berdaya. Untuk itu, perang Rusia dan Ukraina ini sebaiknya menjadi acuan dalam dua hal berikut.

Pertama, perlu tetap ada kewaspadaan terhadap manuver-manuver para pemimpin, kebijakan ataupun proyek dengan banyak kepentingan, entah itu pemimpin di level internasional, nasional maupun lokal, entah itu di level yang paling sederhana sampai level yang paling luar biasa. Semuanya akan mendatangkan konsekuensi, terutama bagi rakyat kecil. Untuk itu, perlu sikap kritis dan pandangan visioner dari masyarakat untuk melihat lebih jauh dan lebih dalam tentang penyebab dan juga konsekuensi dari semua itu.

Kedua adalah perlunya dibangun memori yang panjang dari berbagai pihak bahwa sejarah perebutan kekuasaan oleh para pemimpin atau rezim manapun selalu punya kecenderungan dan motivasi yang tidak pernah terlepas dari tradisi atau sejarah yang membentuk afeksi dari rezim atau pempimpin itu. Perebutan kekuasaan juga tidak jarang mempunyai kecenderungan untuk mengintrumental manusia, termasuk dengan memproduksi mainstream discourse atau wacana utama untuk kepentingan pihak berkuasa. Untuk itu, kapasitas melek wacana, untuk menyaring secara kritis dan analisis setiap wacana, mejadi hal ketiga yang sangat penting untuk dimiliki di sini.

Mungkin tidak ada jawaban yang lengkap dari sepenggal analisis tentang What do you think Mr. Putin? Meskipun demikian, semoga ini sanggup memberikan fragmen-fragmen pikiran untuk selanjutnya diakumulasi dalam versi dan keperluan masing-masing orang. Lebih dari itu, semoga hal ini pun membawa kejernihan berpikir tentang situasi ini dan membuat kita menjadi lebih tangguh dalam mengantisipasi dan menghadapi situasi sejenis, termasuk manuver pemimpin, elit politik serta pergolakan-pergolakan kekuasaan yang ada di sekitar wilayah kita.

Tulisan ini telah terbit pada lamanĀ THE COLUMNIST